Oleh: Bagus Margono, Dosen Ilmu AkuntansiSekolah Tinggi Ilmu Dakwah dan Komunikasi Islam Nahdlatul Ulama IndramayuBelakangan ini, publik kembali dibuat heboh dengan pemblokiran sejumlah rekening oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Dalam kapasitasnya, PPATK memiliki mandat untuk mendeteksi, menganalisis, dan melaporkan transaksi keuangan yang mencurigakan sebagai bagian dari upaya pencegahan tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme.Namun, di balik peran vitalnya, muncul pertanyaan mendasar: apakah PPATK telah menjalankan kewenangannya secara akuntabel dan transparan? Dalam konteks tata kelola pemerintahan yang baik (good governance), fungsi pengawasan yang dijalankan oleh lembaga seperti PPATK seharusnya tidak hanya efektif secara administratif, tetapi juga mampu memberikan perlindungan hukum bagi masyarakat luas tanpa mencederai prinsip keadilan.Kewenangan yang Strategis, Tapi Harus ProporsionalPPATK memang bukan lembaga penegak hukum, namun lembaga intelijen keuangan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, PPATK dapat meminta penyedia jasa keuangan untuk membekukan sementara rekening yang diduga terkait tindak pidana. Di sinilah letak sensitivitasnya. Pemblokiran tersebut bisa berdampak besar terhadap kehidupan sosial-ekonomi seseorang, meskipun belum tentu yang bersangkutan terbukti bersalah.Dalam praktiknya, belum ada mekanisme publik yang transparan mengenai bagaimana keputusan pemblokiran diambil, berapa lama rekening diblokir, dan bagaimana proses klarifikasi atau keberatan dilakukan oleh pihak yang terkena dampak. Ini menjadi celah yang berpotensi mengikis kepercayaan masyarakat terhadap lembaga pengawas negara.Asas Akuntabilitas dan Transparansi: Ujian Lembaga PengawasanDalam kerangka good governance, dua prinsip utama yang harus dijunjung oleh lembaga seperti PPATK adalah akuntabilitas dan transparansi. Akuntabilitas menuntut adanya pertanggungjawaban atas setiap tindakan dan kebijakan yang diambil, sementara transparansi mewajibkan adanya keterbukaan terhadap proses dan informasi, terutama yang berdampak langsung kepada publik.Akuntabilitas PPATK sejauh ini lebih bersifat internal dan vertikal, yakni kepada presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat. Padahal, masyarakat sebagai pihak terdampak langsung juga berhak atas kejelasan informasi dan keadilan prosedural. Misalnya, apakah ada prosedur keberatan yang efisien? Apakah ada tenggat waktu yang pasti untuk pembekuan sementara? Dan bagaimana masyarakat dapat memperoleh pemulihan jika terbukti tidak bersalah?Sementara itu, aspek transparansi menjadi tantangan tersendiri karena fungsi PPATK bersifat intelijen yang kerap dirahasiakan. Akan tetapi, kerahasiaan tidak berarti menutup akuntabilitas. Masih terbuka ruang untuk meningkatkan transparansi prosedural, tanpa harus membocorkan substansi intelijen.PPATK dan Kepentingan Publik: Antara Perlindungan dan KepastianTugas PPATK untuk menjaga stabilitas sistem keuangan negara dan memberantas kejahatan keuangan adalah tanggung jawab yang tidak bisa ditawar. Namun dalam pelaksanaannya, lembaga ini juga harus memastikan bahwa tindakan-tindakan preventifnya tidak berujung pada pelanggaran hak masyarakat.Jika tidak dikelola dengan prinsip kehati-hatian dan transparansi, tindakan pemblokiran rekening bisa menimbulkan efek domino yang merugikan pihak-pihak yang tidak bersalah. Misalnya, pelaku UMKM yang rekeningnya terafiliasi karena transaksi dengan oknum tertentu bisa terdampak secara ekonomi dan reputasi, tanpa memperoleh ruang klarifikasi yang adil.Kepentingan publik harus ditempatkan di tengah-tengah kebijakan: melindungi masyarakat dari kejahatan keuangan sekaligus menjamin hak sipil warga negara. Dalam hal ini, PPATK harus memperkuat komunikasi publik, menyiapkan mekanisme keberatan yang terbuka, serta memperkuat pengawasan eksternal oleh lembaga independen atau ombudsman keuangan.Menuju Reformasi Lembaga Pengawasan KeuanganMomentum evaluasi terhadap tata kelola PPATK sangat penting. Dalam semangat reformasi birokrasi dan pelayanan publik, lembaga seperti PPATK harus membuka ruang dialog dengan masyarakat sipil, akademisi, dan pelaku industri keuangan untuk merumuskan standar prosedur yang lebih inklusif dan partisipatif.Penerapan prinsip good governance bukan semata jargon administratif, melainkan keharusan moral dan fungsional bagi setiap lembaga negara. Dengan pengawasan yang transparan dan akuntabel, PPATK akan semakin kuat dalam menjalankan mandatnya tanpa kehilangan kepercayaan publik.
KEWENANGAN PPATK DALAM PERSPEKTIF GOOD GOVERNANCE DAN TRANSPARANSI KEUANGAN
- STIDKI NU Indramayu