Opini: “Pegat Online” dan Krisis Ketahanan Keluarga di IndramayuOleh: Harno Diyansyah, M.Pd

Opini: “Pegat Online” dan Krisis Ketahanan Keluarga di Indramayu

Oleh: Harno Diyansyah, M.Pd

Fenomena “pegat online” atau perceraian secara daring yang kini marak terjadi di Kabupaten Indramayu menjadi sorotan publik sekaligus keprihatinan kita bersama. Indramayu, yang dikenal sebagai kota mangga, ternyata juga menyandang predikat yang ironis: daerah dengan angka perceraian tertinggi di Jawa Barat.

Data dari Pengadilan Agama (PA) Indramayu mencatat, pada tahun 2024 saja, kasus perceraian sudah menembus angka 9.000 perkara. Angka ini bukan sekadar statistik, melainkan potret rapuhnya institusi keluarga di tengah derasnya arus modernitas.

Salah satu fenomena yang sering muncul adalah perceraian yang dipicu oleh pasangan yang bekerja di luar negeri. Tak sedikit istri yang kemudian meminta cerai dari suami di kampung halaman melalui mekanisme yang populer disebut “beli talak”—sebuah proses di mana istri memberikan sejumlah harta atau kompensasi kepada suami sebagai syarat untuk menjatuhkan talak.

Di satu sisi, kita tidak bisa menutup mata bahwa perempuan juga memiliki hak untuk menentukan jalan hidupnya, termasuk keluar dari pernikahan yang tidak lagi sehat. Namun, di sisi lain, perceraian bukanlah solusi ringan. Ia membawa dampak sosial yang luas, terutama bagi anak-anak. Anak-anak korban perceraian berisiko tumbuh dalam keluarga broken home, kehilangan figur kasih sayang, perhatian, dan bimbingan. Dari sinilah potensi masalah sosial baru bisa muncul, mulai dari kenakalan remaja hingga lemahnya karakter generasi penerus.

Fenomena pegat online juga mengingatkan kita pada rapuhnya ketahanan keluarga. Perkawinan seharusnya bukan hanya kontrak, melainkan komitmen yang dijaga dengan kesabaran, komunikasi, dan saling pengertian. Teknologi digital yang memudahkan proses administrasi perceraian jangan sampai membuat ikatan suci pernikahan terasa begitu mudah diputuskan.

Pemerintah daerah, tokoh agama, hingga akademisi, perlu bersinergi memberikan perhatian serius. Edukasi pra-nikah harus diperkuat, pendampingan keluarga perlu ditingkatkan, dan ruang-ruang dialog bagi pasangan harus diperbanyak. Karena sejatinya, mencegah lebih mulia daripada mengobati.

Indramayu tidak boleh terus dikenal sebagai kabupaten dengan angka perceraian tertinggi. Kita harus kembali meneguhkan nilai-nilai keluarga, karena dari keluarga yang kokoh akan lahir generasi yang tangguh.

Ayo bergabung menjadi mahasiswa STIDKI NU Indramayu!

Populer