PRO KONTRA PERTANIAN MODERN SAAT PANEN RAYA DI KABUPATEN INDRAMAYU

PRO KONTRA PERTANIAN MODERN SAAT PANEN RAYA DI KABUPATEN INDRAMAYU
Oleh: Moh. Yusup – STIDKI NU Indramayu

Kabupaten Indramayu kembali memasuki masa panen raya. Hamparan padi menguning, traktor dan combine harvester mulai terdengar di berbagai desa, sementara sebagian petani masih setia menggunakan alat tradisional seperti arit dan gebot. Fenomena ini memunculkan kembali perdebatan klasik di kalangan petani: perlukah pertanian modern menggantikan cara manual saat panen?

Pertanian Modern: Efisien, Cepat, dan Minim Kerugian

Bagi sebagian petani, terutama yang mengelola lahan luas, penggunaan mesin pertanian seperti combine harvester dianggap sebagai solusi terbaik. Mesin ini mampu memanen, merontokkan, sekaligus membersihkan gabah dalam satu proses.

“Kalau pakai combine, satu hektare bisa selesai dalam satu jam. Hasilnya bersih dan kerugiannya kecil,” ujar beberapa petani muda di wilayah Kecamatan Patrol.

Selain itu, modernisasi dianggap mampu menekan biaya dan mengatasi kelangkaan tenaga kerja saat panen. Dalam beberapa kasus, mesin juga membantu mengurangi gabah tercecer dan mempercepat distribusi hasil panen ke pengepul.

Kelompok Petani Tradisional: Mesin Dinilai Menggeser Tenaga Kerja

Namun, tidak semua kelompok petani sepakat. Di banyak desa, terutama yang masyarakatnya bergantung pada pekerjaan buruh tani, penggunaan mesin dianggap sebagai ancaman.

Banyak warga berpendapat bahwa modernisasi justru menghilangkan mata pencaharian buruh tani yang selama ini menggantungkan hidup kepada kegiatan panen manual.
“Kalau semua pakai mesin, kami kerja apa?” keluh seorang buruh tani di Kecamatan Lelea.

Selain itu, beberapa petani menilai bahwa panen manual masih memiliki keunggulan: gabah dianggap lebih terjaga kualitasnya dan prosesnya memberikan lapangan pekerjaan bagi warga sekitar.

Masalah Baru: Tarif Tinggi dan Ketergantungan Teknologi

Tidak sedikit pula petani yang mengeluhkan tarif combine harvester yang dinilai cukup tinggi, terutama saat musim puncak. Ketergantungan pada mesin juga dianggap berisiko ketika terjadi kerusakan mendadak atau kelangkaan suku cadang.

“Kadang harus antre lama. Kalau alat rusak, panen bisa terlambat dan gabah terancam roboh,” kata salah satu pengurus kelompok tani di Kecamatan Sukra.

Pemerintah Daerah Mencari Titik Tengah

Melihat dinamika tersebut, Pemerintah Kabupaten Indramayu mencoba mencari jalan tengah. Program peminjaman alat pertanian dan pelatihan operator terus digencarkan, namun tetap membuka ruang bagi petani yang memilih metode manual.

Tujuannya jelas: modernisasi tetap berjalan tanpa mengabaikan kesejahteraan buruh tani lokal.

Kesimpulan: Transformasi yang Perlu Dikawal Bersama

Pro dan kontra ini menunjukkan bahwa modernisasi pertanian tidak cukup hanya dengan menghadirkan mesin. Ia memerlukan dialog, kebijakan yang berpihak, dan adaptasi sosial yang matang.

Indramayu, dengan posisinya sebagai salah satu lumbung padi nasional, tentu tidak bisa menolak perkembangan teknologi. Namun, petani kecil dan buruh tani tidak boleh menjadi korban perubahan.

Pada akhirnya, masa depan pertanian Indramayu harus dibangun dengan prinsip efisiensi, keadilan, dan keberlanjutan, agar modernisasi benar-benar membawa manfaat bagi semua lapisan masyarakat.

Ayo bergabung menjadi mahasiswa STIDKI NU Indramayu!

Populer